Maka aku segera cari lowongan kerja di koran. Namun dengan ijazahku yang
hanya SLTP lowongan yang sesuai hanya prt (pembantu rumah tangga).
Setelah pamit dan berbekal tekad menggebu akupun menuju ke alamat salah
satu pemasang iklan yang tinggalnya di kota terdekat dengan desaku.

Rumah itu besar. Kupijit bel di gerbang dan keluarlah wanita 40 tahunan.
Yang membuatku agak terkejut, ternyata ia berwajah seperti bintang film
india yang sering kulihat di teve. Ada tanda titik di dahinya.
"Benar di sini cari PRT, bu?" tanyaku.
"Benar, dik."
"Saya mau melamar, bu," sambungku. Ia mengamatiku sebentar.
"Mari masuk dulu, dik," ajaknya.
"Namamu siapa? Kamu dari mana?" tanyanya. Akupun menjelaskan diriku apa
adanya, kecuali tentu saja pengalamanku dua tahun menjadi prt Pak S.
"Baik, kamu saya terima, Nul. Dengan gaji 300 ribu sebulan, tapi kamu
harus menjalani masa percobaan sebulan. Kalau tidak ada masalah akan
saya pakai terus. Bagaimana?" katanya. Akupun langsung mengangguk,
soalnya gaji 300 ribu buat seorang prt sangat tinggi menurutku.
Dulu dengan Pak S pun aku hanya digaji 200 ribu, tentu saja di luar
"tips (baik berupa uang maupun barang)" yang kuterima karena pelayanan
seksku.
Kamarku di bagian belakang. Setelah istirahat sejenak, akupun mulai
membantu pekerjaan ibu tadi yang namanya ternyata Zahra, seorang
keturunan India. Menurutnya ia tinggal di situ bersama suami dan 2 anak
laki-lakinya yang buka toko konveksi.
Seminggu bekerja di situ, aku mulai mengenal anggota keluarganya. Suami
Bu Zahra bernama Pak Ropik, dan dua anaknya laki-laki Ardha dan Kumar.
Kalau melihat mereka sekilas aku jadi ingat artis Syahrukh Khan.
Ganteng dengan tubuh tinggi tegap atletis dengan bulu-bulu di dadanya.
Orang India memang terkenal cantik dan ganteng. Akupun semakin suka pada
keluarga itu karena mereka ternyata ramah. Bahkan tak jarang aku
diajaknya makan malam bersama semeja.
"Minumlah ini madu India, supaya kamu gak gampang cape," ajak Bu Zahra
pada suatu acara makan malam bersama sambil memberiku segelas minuman
berwarna kuning emas. Aku ragu-ragu menerimanya. Sementara anggota
keluarga lain sudah mengambil segelas masing-masing.
"Ini memang minuman simpanan kami, Nul. Tidak boleh terlalu sering
diminum, malah tidak baik. Dua minggu sekali cukuplah soalnya
pengaruhnya luar biasa.. ha.. ha.. ha..!" Sahut Pak Ropik disambut tawa
Ardha dan Kumar.
"Kamu akan rasakan khasiatnya nanti malam, Nul," sambung Ardha tanpa
kuketahui maksudnya. Lagi-lagi disambut tawa mereka sambil masing-masing
mulai minum, kecuali Bu Zahra. Akupun pelan-pelan mencicipnya.
Ada rasa manis dan masamnya. Memang seperti madu, tapi setelah minum
beberapa teguk aku juga merasakan badanku hangat malah agak panas. Semua
menghabiskan minumannya, maka akupun juga berbuat demikian. Baru
setelah itu kami makan malam.
"Tidurlah kalau kau cape, Nul," perintah Bu Zahra setelah kami selesai
cuci piring jam 8 malam. Tidak biasanya aku tidur sepagi itu, tapi entah
kenapa aku merasa mataku berat dan perutku panas. Aku masuk kamar dan
rebahkan diri.
Tapi rasa panas di perutku ternyata malah menjadi-jadi dan menjalar ke
seluruh tubuhku. Aku tak tahan untuk tidak meremas payudaraku mengurangi
rasa panas itu. Kemudian juga meremas-remas seluruh tubuh sampai
seputar bawah pusar dan pahaku. Ingatanku segera melayang pada
remasan-remasan Pak S.
Sudah cukup lama aku tak bersetubuh dengan laki-laki itu, apakah
sekarang ini tubuhku sedang menuntut? Gawat, pikirku, kalau benar itu
terjadi. Selama ini aku hanya melakukan hubungan seks aman dengan Pak S.
Belum pernah dengan pria lain. Belum habis pikiranku berkecamuk
mendadak pintu kamarku terbuka dan masuklah Pak Ropik. Buru-buru aku
menghentikan kegiatan tanganku.
"Kamu kelihatan sakit, Nul?" tanyanya sambil duduk di tepi ranjangku.
"Eng.. eng.. tidak, pak," sahutku pelan. Tapi Pak Ropik segera tempelkan telapak tangan di dahiku.
"Benar, Nul, tubuhmu panas sekali. Kamu harus segera diobati. Cepat telungkup, biar kupijat sebentar untuk menurunkan panasmu.
Jelek-jelek begini aku pintar mijat lo.." perintahnya. Dan, mungkin
karena aku merasa perlakuannya seperti ortu pada anaknya maka aku
menurut. Aku tengkurap dan sebentar kemudian kurasakan pantatku
dinaikinya dan punggungku mulai dipijat-pijatnya.
Tidak sebatas punggung, tapi tangannya juga ke arah pundak, leher,
pinggang malah bergeser-geser ke kiri-kanan hingga kadang menyenggol
sisi luar payudaraku. Aku diam saja, namun setelah aku merasa pantatku
juga ditekan-tekan oleh pantatnya, mulailah aku tak tenang.
Pengalaman seksku dengan Pak S membuatku dapat merasakan manakala pria
sedang naik nafsu syahwatnya. Demikian pula Pak Ropik saat itu.
Pijatannya tambah berani. Dia mulai meremasi tetekku dan pantatnya
menekanku keras-keras. Aku berontak namun tak berdaya.
"Pak! Jangan, pak!" seruku sambil berupaya menyingkirkan tubuhnya. Tapi
mana mampu aku melawan tubuh besar kekar itu. Selain itu entah kenapa
aku malah mulai ikut terangsang. Di antara perlakukan Pak Ropik
sekilas-sekilas aku juga ingat perlakukan seks Pak S padaku. Uugghh..
aakk.. aakkuu.. malah jadi terangsang.
Aku tak berontak lagi ketika dasterku ditariknya ke atas hingga tinggal
beha dan CDku. Aku ditelentangkannya dengan posisi dia tetap
mengangkangiku. Dibukanya t-shirt yang dipakainya juga piyama tidurnya.
Dan.. gila aku melihat tonjolan besar di balik CD nya dan sejurus
kemudian nampaklah si tongkat penggadanya yang panjang besar sekitar 20
cm dengan diameter 4 cm! Behaku direnggutnya kasar demikian pula CDku.
Tubuhku tak melakukan perlawanan apapun ketika ia menggumuliku
habis-habisan.
Dan.. bless langsung aku disodok dan digenjotnya. Aku ingat pengalamanku
dengan Pak S. Ingat bagaimana dia memerawaniku. Persis sama
perlakuannya dengan Pak Ropik. Aku tak habis pikir sewaktu pahaku malah
menjepit paha Pak Ropik dan.. menyambut gejokannya dengan putaran
pinggulku. Syahwatku ikut terbakar!
Entah berapa lama Pak Ropik terus menggenjotku keluar masuk naik turun
sambil mulutnya mengenyut-ngenyut tetekku. Aku hanya bisa
menggeleng-geleng kenikmatan dan kelojotan merasai badai hempasannya
sampai aku tak tahan lagi untuk menahan orgasme. Aku merinding lalu..
Cruut.. suur.. suur.. tubuhku berkejat-kejat menumpahkan mani.
Pak Ropik menggasakku lebih keras, tak peduli cairanku memperlicin
jalannya. Mungkin hampir tak terasa karena besar dan panjangnya tetap
mampu memenuhi liang V-ku. Sleebb slebb jlebb jleebb.. bunyi
tusukan-tusukannya.
Mungkin sekitar 30 menit telah berlalu ketika aku orgasme yg kedua
kali.. seerr.. seerr.. serr.. klenyer.. kembali aku terkejat-kejat
sampai belasan kali. Sejurus kemudian hentakan Pak Ropik sedemikian
keras menekanku. Dalam-dalam gadanya dibenamkan di V-ku lalu pantatnya
berkejut-kejut sampai belasan detik. Lalu diam terbenam. Dia ejakulasi.
Nafas kami tersengal-sengal.
"Kamu hebat, Nul," bisiknya sambil mencium bibirku, "Nanti lagi, ya,"
katanya tak kumengerti. Ia bangkit, mengenakan pakaiannya lalu keluar
membiarkanku telentang telanjang di ranjang. Belum habis capeku digenjot
Pak Ropik, masuklah Ardha ke kamarku.
"Permainanmu hebat banget, Nul. Aku juga mau dong.." katanya sambil
mulai melepasi pakaiannya sampai bugil. Aku segera menutup tubuhku
dengan selimut, tapi tak berguna karena sesaat kemudian ia sudah menarik
selimutku juga tubuhku ke pelukannya.
"Jangan, Mas Ardha," protesku tak berdaya.
"Tak apa, Nul. Papa bilang kamu sudah tak perawan lagi kan? He he he.."
"Jangan, mas.." tapi suaraku hilang ditelan bibirnya yang melumat ganas
bibirku. Tangannya liar merayapiku sambil mendorongku kembali terjelepak
di ranjang. Ciumannya menjalar menjulur dari bibir semakin turun.
Ke tetekku, putingku, perut, pusar, pubis sampai akhirnya sampai di
V-ku. Menelusup lincah memasuki gua garbaku. Mengobok-obok dalamnya. Aku
kembali teringat permainan Pak S. Namun yang ini lebih gila lagi.
Syahwatku jadi menggelegak mengikuti irama lidah Ardha. Dia memutar
tubuh sampai kami 69, mengangsurkan zakarnya ke mulutku. Gila! Lebih
panjang dan besar dibanding bapaknya. Tanganku tak mampu menggenggamnya
dan mulutku tak mampu menampung seluruhnya. Paling hanya separuh yang
masuk.
Maka perlombaan menjilat dan menghisap pun dimulai. Kami saling memuasi.
Rasanya sampai berjam-jam waktu aku merasa harus menumpahkan maniku dan
dijilatinya sampai tandas tuntas. Sementara milik Ardha masih tegar
tegang meski licin oleh ludahku.
Kemudian ia memutar tubuhnya lagi dan menusukkan pentungannya ke memekku
yang sudah agak kering. Preett.. "Iiih sakit, mas..," desisku menggigit
bibir dan memeluk punggungnya karena terasa batangnya masuk begitu
dalam sampai aku kesakitan.
"Sabar, Nul. Sebentar lagi juga nikmat," bisiknya. Kupeluk punggungnya
erat-erat ketika tubuhku terangkat karena sodokannya. Shlleeb shleeb
shleebb.. batang besar itu menumbukku bagaikan alu menumbuk lesung.
Keluar masuk, naik turun, sampai cairan nikmatku mengalir lagi sehingga
rasa sakit pun berkurang. Dan kenikmatanku bertambah manakala bulu
dadanya menggesek-gesek putingku. Pahaku semakin menganga lebar. Mataku
terpejam-pejam menikmati remasan dan belaian tangan kekarnya di sekujur
tubuh.
"Akh.. akhu mau keluar, Nul.." Lalu jreet.. jreet.. jroot.. jrot..
jrut.. pantatnya menyentak-nyentak. Tubuhnya kaku menegang ketika
spermanya menyemprot rahimku sampai basah kuyup. Semprotannya kuat
sekali.
"Akk.. aku bisa hamil, mas," desisku puas karena aku juga orgasme lagi.
"Jangan kuatir, Nul, kami punya obat pencegah hamil," jawabnya sambil
menggulirkan tubuhnya ke sisi. Dan.. belum Ardha turun dari ranjang, si
Kumar sudah ganti menaikiku. Tubuhnya sama atletis dengan Ardha. Tapi
gayanya lebih liar.
Begitu Ardha keluar kamar, akupun diangkatnya supaya menduduki batangnya
lalu disuruh menungganginya kencang-kencang. Tangannya ikut memegangi
pinggangku dan melontarkanku naik turun. Zakarnya juga menyodok ke atas
setiap pantatku turun.
Gila! Tubuhku seperti mainan. Tangannya berpindah ke tetekku dan
meremasinya sampai aku mendesis-desis, antara sakit dan nikmat. Hancur
rasanya memekku digempur bapak dan dua anaknya yang batangnya berukuran
luar biasa. Dan.. aku kembali orgasme justru saat tubuhku dilontar ke
atas, sehingga punggungku agak meliuk ke bawah merasakan tersalurnya
syahwatku untuk kesekian kali.
"Sudah, mas, cukup.." pintaku karena kelelahan. Namun Kumar tak menggubris.
"Aku belum cukup, Nul. Kau harus bisa mengeluarkan spermaku baru aku
puas.." Dan lemparannya masih terus berlangsung hingga setengah jam
lagi. Sampai akhirnya dia berhenti lalu tangannya menekan pinggangku
lekat-lekat ke zakarnya, kemudian terasa pantatnya melonjak-lonjak
menyemburkan cairan hangat. Lagi-lagi rahimku disemprot sperma hasil
ejakulasi. Tak terasa sperma bapak dan dua anaknya memenuhi lubang
memekku.
Pintu kamarku terbuka dan masuklah Pak Ropik dan Ardha sambil membawa segelas minuman. Keduanya telanjang.
"Minumlah ini, Nul, biar kamu nggak hamil," Pak Ropik menyerahkan
gelasnya padaku. Akupun meminumnya tanpa pikir panjang, karena aku
benar-benar takut hamil dan haus sekali setelah melayani tiga majikan
ini berjam-jam.
Rasanya seperti minuman kuning yang tadi kuminum. Badanku jadi hangat
lagi dan.. gairahku bangkit lagi. Aku jadi sadar pasti minuman ini
dibubuhi obat perangsang. Tapi kesadaranku segera hilang ketika merasa
tubuhku ditunggingkan oleh Ardha. Kemudian..
Ya, malam itu secara brutal ketiga orang itu mengerjaiku semalam suntuk
tanpa istirahat sejenakpun. Mereka bergantian menyemprotkan sperma di
rahimku, di perut, wajah, mulut sampai telinga dan rambutku juga. Aku
mandi sperma.
Dan entah berapa kali akupun mengalami orgasme yang selalu mereka telan
bergantian. Tak jarang ketiga lubangku mereka masuki bersama-sama.
Lubang mulut, memek dan anusku. Tubuhku jadi ajang pesta mereka hampir
10 jam lamanya, toh selama itu aku tak merasa capai. Mungkin gara-gara
minuman berkhasiat itu?
Pagi hari Bu Zahra datang dan menyeka tubuhku yang lemas lunglai tak mampu bangun.
"Maaf, Nul. Aku sudah tak mampu melayani suamiku yang hiperseks sehingga
aku mencari orang pengganti," ceritanya. Mataku masih terkantuk-kantuk
karena pengaruh obat perangsang. "Moga-moga kamu betah disini, dan kami
akan bayar berapapun yang kamu minta.." lanjutnya.
"Aa.. apa sudah pernah ada pembantu yang dibeginikan, bu?" tanyaku lirih.
"Sudah, Nul. Tapi kebanyakan hanya bertahan dua hari.. lalu minta
pulang. Aku harap kamu kuat, YNul. Aku akan sediakan obat-obatan
untukmu.. Ini minumlah obat untuk menguatkan dan membersihkan rahimmu,"
dia mengangsurkan sebotol obat yang namanya tak kumengerti karena
berbahasa asing. "Hari ini kamu boleh istirahat seharian," lalu dia
keluar kamar.
Aku pun tertidur lelap. Baru siang hari bangun untuk mandi dan makan. Bu Zahra melayaniku seperti anaknya sendiri.
Kami tak banyak berbicara. Selesai makan aku kembali ke kamar.
Membersihkan ranjang, mengganti sepreinya yang penuh bercak sperma dan
mani. Lalu aku tidur lagi. Sampai jam makan malam tiba dan aku diundang
untuk makan bersama lagi, dan minum cairan kuning emas itu lagi. Dan..
"Nul, kamu sudah kuat untuk melayani kami lagi nanti malam kan?" Tanya
Pak Ropik sambil senyum kepadaku. Aku bingung dan memilih diam.
"Kamu jangan kuatir hamil, Nul. Obat kami sangat mujarab," lanjut Ardha.
"Pokoknya selama di sini, kita mencari kenikmatan bersama Nul," sambung Kumar sambil menyeringai nakal.
Jadilah, akhirnya hampir setiap malam sampai pagi aku melayani ketiga
ayah beranak yang gila seks itu. Untung staminaku, dibantu obat-obatan
pemberian Bu Zahra, cukup kuat untuk menanggung kenikmatan demi
kenikmatan itu.
Hingga dua bulan lamanya aku "dikontrak" mereka, sampai akhirnya mereka
mulai bosan dan ingin mencari wanita lain. Aku diberi banyak uang ketika
meninggalkan rumah mereka.
SEORANG ANAK PEMBANTU DI PERKOSA OLEH JURAGANNYA
Reviewed by shinta dewi
on
August 01, 2018
Rating:
No comments: